Margaku Lauw
Selasa, 7 November 2023 19:13 WIBPersoalan pernikahan sesama marga dalam tradisi Tionghoa.
Judul: Margaku Lauw
Penulis: Sara Tee
Tahun Terbit: 2007
Penerbit: Anggrek
Tebal: 114
ISBN: 979-23-9962-3
Salah satu budaya dalam masyarakat Tionghoa adalah tidak kawin semarga. Budaya yang mirip dengan yang dianut oleh orang Batak ini masih dipertahankan sampai dengan saat ini. Perkawinan semarga dianggap pamali karena bisa menimbulkan nasip buruk.
Mungkin dahulu kala, perkawinan semarga adalah cara bijak untuk mencegah perkawinan dalam keluarga yang secara genetik memang tidak baik. Banyak bukti bahwa perkawinan dalam keluarga, apalagi sedarah bisa menimbulkan berbagai penyakit bawaan.
Namun saat ini, mengingat perkembangan jaman dan jumlah manusia yang semakin banyak, ada orang-orang yang memiliki marga yang sama tetapi telah terpisah darah jauh sekali. Apakah kepercayaan pernikahan semarga masih perlu dipertahankan?
Novel pendek “Marga Lauw” karya Sara Tee ini membahas permasalahan pernikahan semarga. Sara Tee membumbuinya dengan intrik dagang dan permasalahan keluarga. Namun alasan-alasan mengapa perkawinan semarga tetap dianut oleh orang Tionghoa kurang digali. Hanya sedikit saja alasan sang ayah Lauw Ing San mencegah Lauw Fu Fang – anaknya, menikah dengan Lauw Jun Han. Lauw Ing San menyampaikan bahwa pengalaman masa lalu di keluarganya ada yang bernasip buruk saat menikah sesama marga Lauw.
Lauw Fu Fang adalah anak dari Lauw Ing San. Tetapi mereka telah terpisah sangat lama. Sebab Lauw Fu Fang ikut mamanya ke Taiwan saat perkawinannya dengan Lauw Ing San bermasalah. Saat Fu Fang kembali ke Indonesia (Semarang), ia mendapati bahwa ayahnya telah menikah lagi dan memiliki seorang gadis kecil. Keluarga baru ayahnya ini membuat Fu Fang batal tinggal dengan sang ayah, meski ayahnya memohon supaya Fu Fang bisa tinggal bersamanya.
Fu Fang yang akhirnya bekerja di perusahaan milik ayahnya, jatuh cinta kepada Lauw Jun Han salah satu manager di perushaan tersebut. Sebagai seorang pekerja baru dan junior, nasihat Fu Fang untuk membatalkan order dari seorang pengusaha diabaikan oleh para manager dan juga ayahnya. Ternyata order tersebut memang dibuat supaya perusahaan Ing San bangkrut. Fu Fang berhasil mengatasi persoalan order yang membahayakan perusahaan ayahnya.
Di bagian akhir dari novel ini diceritakan tentang Jun Han yang serius akan menikahi Fu Fang. Sayang sekali bahwa Ing San tidak menyetujui maksud Jun Han dan Fu Fang. Ing San malah menugaskan Jun Han supaya membuka perusahaan di Papua. Kecewa dengan perlakuan ayahnya dan kekasihnya, Fu Fang pura-pura meninggal. Jun Han yang pulang dari Papua mendapati bahwa Fu Fang telah meninggal. Namun ia tidak yakin bahwa Fu Fang meninggal.
Saat Jun Han akan ke luar mengeri, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Sabrina, gadis penjual tiket yang wajahnya mirip sekali dengan Fu Fang. Ternyata Sabrina adalah Fu Fang. Karena Fu Fang telah berganti nama menjadi Sabrina, maka mereka berdua akhirnya bisa menikah.
Novel pendek ini tampak sederhana. Namun sebenarnya mengajak orang Tionghoa untuk merenungkan kembali bagaimana seharusnya budaya dihidupi. Apakah dengan berganti nama saja maka persoalan budaya pernikahan semarga bisa dihilangkan? Atau ada dasar yang lebih mendalam untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah budaya? 795
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Merah Putih Golek Kencana - Peran Orang Tionghoa di Masa Perjuangan Kemerdekaan
Rabu, 17 Januari 2024 12:48 WIBAssalamualaikum Beijing - Ketika Cina bertemu dengan Islam dalam Cinta
Minggu, 14 Januari 2024 16:17 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler